Sabtu, 07 April 2012

Keragaman Cara Memuja Tuhan di Indonesia


    
Upaya pemerintah untuk selalu menciptakan kondisi kerukunan diantara umat beragama sejatinya sudah dilakukan dengan cukup baik. Terwujud dengan adanya beberapa kebijakan yang dibuat pemerintah untuk menertibkan pendirian rumah ibadah yang dianggap faktor yang cukup krusial dan memiliki kerentanan terhadap terjadinya konflik. Potensi konflik yang ditimbulkan oleh persoalan pendirian rumah ibadah biasanya dapat muncul antara lain karena belum adanya penjelaasan mengenai persyaratan dan tata cara pendirian rumah ibadah ; proses perizinan rumah ibadat sering berlarut-larut, penyalahgunaan rumah tinggal atau bangunan lain yang difungsikan sebagai rumah ibadat ; pendirian atau keberadaan rumah ibadat yang sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat setempat ; pengaturan masing-masing pemerintah daerah yang masih seragam atau bahkan masih banyak pemerintah daerah yang belum memiliki regulasi untuk mengatur pendiriaan rumah ibadat ; serta kurangnya komunikasi antar pemuka agama disuatu wilayah.
            Yang paling penting dari semua ini adalah bersikap menghormati satau sama lain. Disaat umat Islam sedang beribadah di Masjid diharapkan pengguna jalan di sekitar masjid tidak mengganggu jalannya peribadatan, disaat umat Islam menjalankan puasa semuanya menghargai untuk tidak makan di tempat umum, disaat umat Kristen sedang beribadah di Gereja semua juga menghargai peribadatannya dengan menjaga ketertiban dan kebisingan begitu juga dengan agama-agama yang lain. Saling menghormati teman di kampus, sekolah, tempat kerja mempersilahkannya mengutamakan ibadat adalah cerminan hidup tenggang rasa di Indonesia.
            Sekarang tinggal bagaimana manusiannya yang menjalankan ibadah sesuai yang di perintahkan oleh Tuhannya. Sebagaimana ditegaskan bahwa dalam memahami pluralitas kehidupan, kita harus melihat bahwa hubungan dengan umat lain adalah sebagai komunikasi sosial. Sesama umat manusia boleh mendatangi umat lain ketika diundang dalam pernikahan. Dengan umat lain, kita boleh membantu ketika mereka membutuhkan bantuan sosial, bahkan sebagaimana dicontohlan Rasulullah SAW mereka dilindungi, dan dijamin keamanannya walaupun hidup dalam komunitas umat Islam.
Karena itu, dalam kontek keyakinan, umat Islam harus tegas, tetapi dalam hal sosial, maka umat Islam harus toleran. Maka di sinilah batasan-batasan toleransi itu. Terkait dengan kemanusiaan, pemahaman boleh, bahkan mengajak mereka untuk berdialog untuk mencari titik temu, tentang mana yang boleh kita lakukan dan tidak. Maka ketika ada orang lain, mengajak untuk mengikuti ibadahnya, atau mereka mengikuti ibadah kita, kita juga harus tegas menolak dan melarangnnya. Jadi tidak ada istilah basa-basi atau sungkan, dalam kaitannya dengan aqidah. Tetapi dalam bahasa sosial, kita harus bisa menjadi orang yang menghormati orang lain, melindungi orang lain, walaupun mereka berbeda keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA
http://agama.kompasiana.com/2010/11/11/tenggang-rasa-antar-umat-beragama/


0 komentar: