Budaya secara harfiah berasal dari
Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah,
memelihara ladang (menurut Soerjanto Poespowardojo 1993). Selain itu Budaya
atau kebudayaan berasal daribahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Adapun menurut
istilah Kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia
tercipta dari hasil rasa, karya, karsa,dan cipta manusia yang kesemuanya
merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.Tak ada mahluk lain yang memiliki
anugrah itu sehingga ia merupakan sesuatuyang agung dan mahal.
Akar
kebudayaan Indonesia adalah suatu mekanisme yang terbentuk dari unsur-unsur
yang berkaitan dengan zaman prasejarah,jadi ibarat pohon,pohon tidak dapat
tumbuh dan berkembang tanpa adanya akar,demikian pula dengan kebudayaan pada
suatu Negara tidak dapat tumbuh dan berkembang tanpa adanya akar atau pendahulu
yang membentuk kebudayaan tersebut. Akar kebudayaan Indonesia berhubungan
dengan zaman prasejarah, mulai dari nenek moyang kita yang membawa kebudayaan
Dongson, setelah itu diikuti oleh perkembangan Islam di Indonesia. Jadi islam
juga merupakan salah satu akar kebudayaan Indonesia.
Akar budaya
lama jadi layu dan terlupakan, meskipun ada diantaranya tanpa kita sadari masih
berada terlena di bawah sadar kita. Bangkitnya feodalisme di Indonesia dengan
lahirnya berbagai kerajaan besar dan kecil telah mengubah hubungan antara
kekuasaan dan manusia atau anggota masyarakat. Penjajahan Belanda menggunakan
sistem menguasai dan memerintah melalui kelas bangsawan atau feodal lama
Indonesia telah meneruskan tradisi feodal berlangsung terus dalam masyarakat
kita. Malahan setelah Indonesia merdeka, hubungan-hubungan diwarnai nilai-nilai
feodalisme masih berlangsung terus, hingga sering kita mengatakan bahwa kita
kini menghadapi neo-feodalisme dalam bentuk-bentuk baru.
Semua
pendidikan modern, falsafah Barat dan Timur, ideologi-ideologi yang datang dari
Barat mengenai manusia dan masyarakat. Agama Islam dan Nasrani yang jadi lapis
terakhir di atas kepercayaan-kepercayaan lama dan nilai-nilai akar budaya kita,
oleh daya sinkritisme manusia Indonesia, semuanya diterima dalam dirinya tanpa
banyak konflik dalam jiwa dan diri kita.
Sesuatu
terjadi dalam diri kita, hingga secara budaya tidak mampu memisahkan yang satu
dari yang lain: mana yang takhyul, mana yang ilmiah, mana yang bayangan, mana
yang kenyataan, mana yang mimpi dan mana dunia nyata. Malahan banyak orang kini
membuat ilmu dan teknologi jadi takhyul dalam arti, orang percaya bahwa ilmu
dan teknologi dapat menyelesaikan semua masalah manusia di dunia. Dan ada yang
berbuat sebaliknya. Kita jadi tidak tajam lagi membedakan mana yang batil dan
mana yang halal. Karena itu beramai-ramai dan penuh kebahagiaan kita melakukan
korupsi besar-besaran, dan tidak merasa bersalah sama sekali (Lubis, dalam
”Pembebasan Budaya-Budaya Kita; 1999).
Dalam
era globalisasi seperti sekarang ini kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia
semakin berkembang pesat. Hal ini dapat kita lihat dari semakin banyaknya
rakyat Indonesia yang bergaya hidup kebarat-baratan seperti mabuk-mabukkan,clubbing,memakai
pakaian mini,bahkan berciuman di tempat umum seperti sudah lumrah di Indonesia.
Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur,
dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam
ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the
things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan
spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan
secara positif. Proses filtrasi perlu dilakukan sedini mungkin supaya
kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia tidak akan merusak identitas
kebudayaan nasional bangsa kita. Tetapi bukan berarti kita harus menutup pintu
akses bangsa barat yang ingin masuk ke Indonesia, karena tidak semua kebudayaan
barat yang masuk ke Indonesia berpengaruh negatif, tetapi juga ada yang memberi
pengaruh positif seperti memajukan perkembangan IPTEK di Indonesia. Prioritas
yang perlu kita lakukan terhadap kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia
adalah kita harus lebih selektif kepada kebudayaan barat.
Keberadaan Keraton Kesunanan Surakarta Hadiningrat atau yang
lebih popular disebut Keraton Solo ternyata memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan sebagai tempat wisata pendidikan serta cagar budaya Solo.
Namun dari upaya untuk mengembangkan dan melestarikan peninggalan budaya
Keraton Solo ini ternyata masih terbentur soal dana.
Bahkan untuk melestarikan budaya Keraton Solo ini, Putera ke
17 dari Paku Buwono XII ini mulai mengaktifkan kembali tradisi budaya jaga yang
dilakukan oleh prajurit keraton atau abdidalem. Ada sekitar 650 abdidalem
keraton yang akan bertugas menjaga sekeliling keraton dengan berpakaian seragam
lengkap yang dilengkapi senjata berupa tombak. Tapi, senjata di sini sifatnya
hanya sebagai pelengkap saja.
Grebeg
berasal dari bahasa Jawa sendiri berasal dari kata gembrebeg atau gumerebeg,
dalam bahasa Jawa yang artinya sergap, bisa juga bermakna kegaduhan kalau dari
asal kata gumerebeg. Karena dalam upacara grebeg tersebut selalu diakhiri
dengan kegaduhan saat berlangsungnya rebutan gunungan yang dilakukan
masyarakat, baik itu aktifitas saling dorong maupun teriakan dan suara tawa
yang selalu mengiringi puncak upacara tersebut.
Tradisi
saling berebut dimaksudkan untuk mendapatkan berkah dan keselamatan, melalui simbol-simbol
yang diwujudkan dari aneka hasil bumi dan makanan yang menghiasi kedua
gunungan. Sebuah prosesi yang sangat ditunggu oleh masyarakat yang datang dari
berbagai daerah termasuk warga sekitar Kraton. Meskipun menurut beberapa abdi
dalem terlihat peminatnya terus menurun dibandingkan beberapa upacara
tahun-tahun sebelumnya.
Prosesi
upacara grebeg Syawal dimulai dengan mengarak kedua gunungan dari dalam Kraton
yang dikawal oleh prajurit dengan persenjataan pedang, tombak dan panah serta
diawali oleh barisan musik drum band Kraton dengan komandannya yang meniup
terompet untuk membuka jalannya kirab menuju Masjid Ageng melewati Siti Hinggil
dan alun-alun utara.
Setelah memasuki halaman Masjid Ageng
Solo, kemudian kedua gunungan di bawa masuk ke area dalam di beranda Masjid.
Dan dengan dipimpin ulama Kraton Solo, doa-doa dipanjatkan sebagai ucap syukur
serta memohon keselamatan serta berkah dari Tuhan untuk Sultan Pakoe Boewono
XIII dan seluruh rakyatnya, atau secara umum untuk masyarakat Solo Raya.
Setelah
upacara doa bersama tersebut, kedua gunungan di bawa keluar menuju halaman
depan Masjid untuk diperebutkan masyarakat yang sudah menunggu sejak pagi.
Untuk gunungan yang diperebutkan di halaman Masjid adalah gunungan Jaler,
sedangkan gunungan Estri di arak kembali menuju Kamandungan (halaman depan
Kraton) dan akan diperebutkan oleh masyarakat yang sudah menunggu disana.
Tradisi
grebeg Syawal memberikan kenangan akan kemeriahan lebaran di Kraton Solo.
Selain sebagai tontonan, yang juga bisa ditangkap meskipun dengan
beberapa pandangan yang berbeda-beda, adalah adanya tatanan serta tuntunan yang
masih terus dijaga dan dilestarikan sebagai warisan budaya dengan nilai sejarah
atas keberadaannya.
Kraton
Kasunanan Surakarta tetap akan terus mengucap syukur setiap tahun disaat
lebaran tiba, dan memohon berkah serta keselamatan untuk semua. Dan gununganpun
akan selalu menunggu, seberapa banyak lagi masyarakat yang masih merindukan
kegaduhan dan mengharapkan berkah yang melimpah dengan rela saling berdesakan
diterpa teriknya panas saat lebaran tiba berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
silahkan download makalahnya disini :::
0 komentar:
Posting Komentar